Jepara, rumah udang yang terlupakan

INDOPOS.CO.ID – Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dan sejarah lahirnya budidaya udang di Indonesia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Di kota inilah didirikan pusat penelitian pembenihan udang pada tahun 1972. Sejak adanya kegiatan di pusat penelitian tersebut, klasifikasi udang “berubah”, dari produk perikanan tangkap menjadi produk budidaya perikanan.

Setelah ditemukannya cara budidaya udang di Jepara, hasil perikanan ini langsung menjadi “penyelamat” perekonomian nasional. Faktanya, selain kayu gelondongan, udang menjadi penghasil dollar terbesar di era Orde Baru.

Status udang sebagai produk perikanan utama penghasil devisa negara masih belum berkurang di era pemerintahan saat ini. Tercatat total ekspor udang mencapai 221.000 ton dan nilai ekspor sebesar 1,7 miliar USD pada tahun 2023.

Fakta bahwa Jepara merupakan pusat kajian dan penelitian budidaya udang khususnya di bidang pembenihan diungkapkan oleh mantan pejabat Dirjen Perikanan Budidaya era Presiden Soeharto, yakni Dr Ir Made L Nurdjana, pada Saluran YouTube, belum lama ini. Dijelaskan dalam saluran bertajuk “Sejarah Perkembangan Udang di Indonesia”, keberadaan Pusat Penelitian Udang di Jepara tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh lembaga PBB di bidang pertanian yaitu Food and Agriculture Organization (FAO).

Banyak peneliti asing dari berbagai negara yang berlomba-lomba mencari teknik penyemaian dengan metode ablasi mata. Namun teknik pemijahan benih udang dengan metode Ablasi Mata ternyata paling cepat ditemukan oleh Made L Nurdjana yang saat itu berstatus peneliti muda. “Inilah awal mula udang menjadi primadona ekspor produk perikanan Indonesia,” kata Made saat siaran.
Dampak penemuan Made terhadap teknik budidaya udang di Jepara sangat kuat. Tambak rakyat yang sebelumnya hanya menebar benih ikan bandeng dan menghasilkan produk samping udang, kini mulai beralih menjadi budidaya udang. Sebab, nilai jual kembali lebih tinggi.

READ  Potret Kecintaan Laura Sebagai Manusia Biasa, Naik Ojol dan Jajan di Pinggir Jalan: Gaya Hidup Okezone

Kondisi booming di sektor budidaya udang semakin dipercepat ketika Made Nurdjana menemukan kembali metode pemijahan udang dalam skala manusia. Dalam waktu singkat, sebuah hatchery kecil dengan modal tersedia bernama Backyard Hatchery menyebar ke seluruh Indonesia dan menyebabkan perubahan sosial ekonomi yang sangat radikal.

Tak mau kehilangan momentum, pemerintah membuat kolam nasional dengan masyarakat sebagai pelaku utamanya. Kegiatan ini digencarkan melalui program Tambak Inti Rakyat (TIR) ​​​​dengan ditunjuknya PT Dipasena dan PT Bratasena sebagai perusahaan pelaksana. Melalui kebijakan ini, produk udang Indonesia didukung dengan metode budidaya intensif. Sejak saat itu, usaha pembenihan benih udang domestik dan usaha budidaya udang Vaname skala kecil berkembang pesat di wilayah Jepara.

Tak disangka, pada tahun 1995, usaha budidaya udang nasional mengalami mati suri akibat serangan virus mematikan yang disebut white spot. Kolam intensif memutuskan untuk menghentikan operasinya. Sebagai upaya penyelamatan, Menteri Pertanian saat itu, Sarwono Kusuma Atmadja, memerintahkan Made Nurdjana mengkaji kemungkinan impor spesies induk udang Vaname yang dikembangkan di luar negeri.

Namun tantangan justru datang dari para pelaku usaha udang besar yang tidak mau mengikuti anjuran pemerintah untuk beralih ke udang Vaname. Para pemain besar bahkan memutuskan untuk melakukan mogok produksi hingga mendapat jaminan benih baru yang lebih tahan terhadap serangan hama.

“Dengan susah payah, akhirnya kami berhasil meyakinkan para petani ikan. “Hasilnya luar biasa, produk udang kembali berhasil didukung dengan budidaya intensif,” jelas Made.

Tidak mengerti sejarah

Oleh karena itu, sungguh ironis jika para petambak kecil Jepar yang mendirikan usahanya di kota yang sudah terkenal karena mampu memproduksi pembenihan udang skala nasional, justru mendapat perlakuan yang sama.

READ  Jadwal Layanan SIM Keliling Senin 22 April 2024 di Kota Tangerang

Seperti diketahui, aparat penegak hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) telah melabeli petambak udang Karimun Jawa sebagai pelaku kejahatan lingkungan. Selain ditangkapnya empat terduga pelaku, tambak milik 33 petani tersebut satu per satu ditutup dan kini hanya tersisa enam petani yang masih menunggu panen. Pasca panen, enam tambak tambak juga harus menutup area komersialnya. Penangkapan keempat petambak ikan itu diawali dengan kegiatan Pulbaket Kementerian Perikanan dan Kelautan.

Tampaknya para pejabat Dinas Perikanan setempat kurang memahami situasi di balik lahirnya budidaya udang di Jepara. Kondisi tersebut terlihat dari keterangan yang diberikan petugas Dinas Perikanan Kabupaten Jepara pada saat pengumpulan bahan informasi (Pulbaket) oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut dalam kasus pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh para petambak ikan di Karimun Jawa. , Jepara, Jawa Tengah.

Sebagaimana tercantum dalam Pulbaket No. B.516/LPSPL.2/PRL.110/II/2023 sehubungan dengan penyampaian Laporan Pulbaket Karimunjawa, Dinas Perikanan Jepara memberikan keterangan resmi bahwa budidaya udang di Karimun Jawa dimulai pada tahun 2017. Faktanya, budidaya udang dilakukan oleh sejumlah masyarakat asli Karimun Jawa yang sudah menggeluti budidaya ikan sejak sekitar tahun 1990-an. Bahkan, beberapa warga sudah melakukan hal ini secara turun-temurun.

Dinas Perikanan Kabupaten Jepara di Pulbaket juga memberikan informasi bahwa budidaya udang di Karimun Jawa hanya memperbolehkan budidaya udang dengan cara tradisional. Petani ikan di Karimun Jawa menggunakan cara intensif.

Pernyataan pejabat Dinas Perikanan Kabupaten Jepara ini sangat bertolak belakang dengan semangat pemerintah, sejak era Orde Baru hingga era pemerintahan saat ini, dimana pemerintah selalu mendorong produksi udang dengan membangun tambak dengan cara yang intensif. Bahkan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Joko Widodo, Sakti Wahyu Trenggono, dalam beberapa kesempatan menjelaskan, kendala sebenarnya yang dihadapi jajarannya dalam mencapai target ekspor udang 2024 adalah kegagalan penerapan model budidaya intensif diperluas. (lih.)

READ  Ini Pajak Sepeda Motor Benelli Patagonian Eagle 250: Okezone Automotive

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *